Post

“Kekerasan bergelombang melalui bahasa”

Julia Kristeva adalah filsuf Perancis yang dikenal sebagai sebagai seorang linguis, semiotis, psikoanalisis, hermeneutis, dan feminis postmodernis. Aart van Zoest a menyebutnya sebagai tokoh semiotik ekspansif, sementara Yasraf Amir Piliang dalam bukunya Hipersemiotika, merujuk pemikiran Kristeva pada buku Desire in Language, dengan menyebutnya sebagai pos strukturalis.

Penulis tertantang dalam menganalisa isu perempuan dalam mitos-mitos nusantara karena pemikiran Julia Kristeva menawarkan telaah teks dimana fenomena sosial budaya sebagai sistem tanda dan simbol yang dapat ditransformasikan ke dalam bahas. Julia Kristeva bersetuju dengan Jacques Lacan bahwa bahasa yang digunakan manusia beroperasi dalam materi tubuh. Termasuk karakter kekerasan simboliknya.

Adapun tentang mitos, setiap suku/ etnis di Indonesia tersebut memiliki keunikan yakni berupa bahasa, tradiri, adat istiadat, pola hidup, kuliner dan cerita rakyat. Semua kemudian memperkaya kultur yang kemudian disebut sebagai budaya nasional. Menggali folklore nusantara dapat dimanfaatkan sebagai upaya menemukan nilai-nilai pemersatu budaya bangsa. 

Namun demikian sama seperti dongeng-dongeng di negara lain, masih banyak masalah dalam teks terutama stigma terhadap subjek perempuan, karenanya diperlukan upaya yang besar dalam me-recover dan merekonstruksi dongeng/ mitos tersebut sehingga lebih menampilkan semiotik feminin dan agar dongeng-dongeng tersebut tidak mengesampingkan eksistensi perempuan, serta dapat lebih menampilkan budaya damai dan kelembutan.